Baik regioselektivitas dan kecepatan
dari suatu substitusi elektrofilik aromatik dipengaruhi oleh substituen
yang telah menempel pada cincin benzena. Dalam hal regioselektivitas, beberapa
gugus mengarahkan substitusi pada posisi orto atau para,
sementara gugus lainnya meningkatkan substitusi pada posisi meta. Gugus-gugus
tersebut dikenal sebagai pengarah orto–para atau pengarah meta.
Sebagai tambahan, beberapa gugus akan meningkatkan laju reaksi (pengaktivasi)
sementara yang lain akan menurunkan laju tersebut (pendeaktivasi).
Sementara pola regioselecktivitas dapat dijelaskan dengan struktur
resonansi, pengaruh pada kinetika
dapat dijelaskan baik menggunakan struktur
resonansi serta efek induktif.
Substituen secara umum dapat dibagi menjadi dua kelas
bergantung pada substitusi elektrofilik: mengaktivasi dan mendeaktivasi ke arah
cincin aromatik. Substituen pengaktivasi atau gugus pengaktivasi
menstabilkan zat antara kationik yang terbentuk saat
substitusi dengan menyumbangkan elektron ke dalam sistem cincin, baik oleh efek
induktif atau efek resonansi. Contoh cincin aromatik teraktivasi adalah toluena,
anilina
dan fenol.
Kerapatan elektron tambahan yang diberikan ke dalam cincin oleh
substituen tersebut tidak didistribusikan secara merata di seluruh cincin tapi
terkonsentrasi pada atom 2, 4 dan 6 (posisi orto dan para). Posisi ini karena
itu paling reaktif terhadap elektrofil miskin-elektron. Kerapatan elektron
tertinggi terletak baik pada posisi orto dan para, meskipun peningkatan pada
reaktivitas ini mungkin diimbangi dengan halangan sterik antara substituen
dan elektrofil.
Hasil akhir dari substitusi aromatik elektrofilik karenanya mungkin akan sulit
untuk diprediksi, dan biasanya hanya ditetapkan dengan melakukan reaksi dan
menentukan perbandingan substitusi orto terhadap para.
Di samping itu, substituen pendeaktivasi
mendestabilisasi kation zat antara dan dengan demikian menurunkan laju reaksi.
Mereka melakukannya dengan menarik kerapatan elektron dari cincin aromatik,
meskipun posisi yang paling terpengaruh adalah kembali pada orto dan para. Hal
ini berarti bahwa posisi yang paling reaktif (atau, kurang tidak reaktif)
adalah posisi meta (atom 3 dan 5). Contoh cincin aromatik terdeaktivasi adalah nitrobenzena
dan benzaldehida.
Deaktivasi sistem aromatik ini juga berarti bahwa kondisi
umum yang lebih keras dibutuhkan untuk menggerakkan reaksi hingga selesai.
Contoh dari ini adalah nitrasi dari toluena selama memproduksi trinitrotoluena
(TNT). Pada nitrasi pertama, dalam cincin toluena teraktivasi, dapat dilakukan
pada suhu kamar dan dengan asam encer, yang kedua, pada cincin nitrotoluena
terdeaktivasi, sudah membutuhkan pemanasan berkepanjangan dan asam lebih pekat,
dan yang ketiga, pada dinitrotoluena yang sangat terdeaktivasi, harus dilakukan
dalam asam sulfat pekat mendidih.
Reaktivitas terhadap polisubstitusi
Gugus
yang terdapat dalam senyawa awal tersubstitusi secara kuat mempengaruhi
reaktivitasnya. Gugus ini diklasifikasikan ke dalam dua kategori: gugus
pengaktivasi dan gugus pendeaktivasi. Senyawa aromatik tersubstitusi dengan
gugus pengaktivasi karenanya "lebih reaktif" dari senyawa
aromatik tak tersubstitusi. Sebaliknya, senyawa aromatik tersubstitusi
oleh suatu gugus pendeaktivasi sangat "kurang reaktif". Aturan-aturan
ini dinyatakan oleh kimiawan Holleman pada tahun 1910, dan aturan ini
dikenal sebagai Aturan Holleman.
Dari
pemaparan diatas dapat diketahui bahwa reaksi substitusi senyawa aromatik dipengaruhi
oleh gugus substituen yang telah menempel
pada cincin benzena. Dalam hal regioselektivitas, beberapa gugus mengarahkan
substitusi pada posisi orto atau para, sementara gugus lainnya
meningkatkan substitusi pada posisi meta. Kesimpulannya, bahwa gugus pendonor (pendorong) elektron
adalah gugus pengaktivasi (reaktivitas lebih penting) dan pengarah orto-para,
serta gugus penarik elektron mendeaktivasi serta pengarah-meta. Secara umum,
efek yang mengaktivasi atau mendeaktivasi seluruhnya penting ketika gugus
substituen lebih bersifat mendorong atau menarik elektron. Hal ini berkaitan dengan persamaan hammet dimana persamaan ini biasanya
memang berlaku untuk sistem aromatik hanya untuk reaksi-reaksi dimana
substituen dan pusat reaksi terisolasi, persamaan hammet ini akan menjelaskan
hubungan kuantitaif untuk menghitung pengaruh gugus substituen terhadap
reaktivitas molekul. Sehingga persamaan yang digunakan
untuk menyatakan nilai efek elektronik ini dirumuskan sebagai berikut :
pK0 – pK = ρσ
pK dan pK0
adalah negatif logaritma dari K dan K0 (persamaan 1 ). Pada
persamaan di atas, jika nilai sigma positif maka menunjukkan substituen atau
gugus tersebut merupakan gugus penarik elektron yang lebih kuat daripada
hidrogen (elektron akseptor), sebaliknya jika nilai sigma negatif menunjukkan
substituen atau gugus tersebut merupakan pendorong elektron yang lebih kuat
daripada hidrogen (elektron donor ). Dimana, hidrogen memiliki nilai sigma
yaitu 0,00.
Pembuktian Untuk Pengarah Orto, Para dan Meta
Pengarah Orto
Tanpa adanya asam Lewis dalam campuran reaksinya, bezena
tidak dapat bereaksi dengan brom atau klor. Akibatnya benzena tidak dapat
menghilangkan warna larutan brom dalam karbon tetraklorida. Bila ada asam Lewis
maka benzena dengan cepat bereaksi dengan brom atau klor, dan menghasilkan
bromobenzena atau klorobenzena.
Asam Lewis yang paling umum digunakan pada reaksi klorinasi
dan brominasi adalah: FeCl3, FeBr 3, dan AlCl3. Mekanisme
brominasi benzena dapat dituliskan sebagai berikut
Tahap 1
ion bromonium
Tahap 2
Tahap
3
Asam Lewis berfungsi dalam pembentukan kompleks dengan Br2
yang selanjutnya terurai membentuk ion bromonium dan FeBr4-. Pada tahap 2 ion Br+ menyerang
inti benzena membentuk ion benzonium. Pada tahap 3 ion benzenonium memberikan
proton kepada FeBr-4 dan hasil akhir yang diperoleh
adalah bromobenzena dan hidrogen bromida. Pada akhir reaksi katalis FeBr3
terbentuk kembali.
Selain substituen alkil atau fenil, semua gugus pengarah
orto-para mempunyai sekurang-kurangnya satu pasangan elktron bebas (non
bonding) pada atom yang terikat langsung dengan inti benzena.
Efek resonansi dapat menyebabkan efek pengarahan gugus-gugus
pengarah orto-para. Efek resonansi terutama berpengaruh terhadap ion arenium
yang berarti juga berpengaruh terhadap keadaan transisi yang membentuknya. Selain
halogen, efek gugus-gugus pengarah orto-para terhadap kereaktifan juga
disebabkan oleh efek resonansi. Seperti halnya pada efek pengarahan, efek ini
juga berpengaruh terhadap keadaan transisi yang membentuk ion arenium.
Contoh efek resonansi adalah efek gugus amino (-NH2)
dalam reaksi substitusi elektrofilik senyawa aromatik. Gugus amino tidak hanya
merupakan gugus pengaktif kuat, tetapi juga gugus pengarah orto-para yang kuat.
Efek tersebut dapat ditunjukkan pada reaksi antara anilina dengan larutan brom
pada temperatur kamar dan tanpa katalis, yang mengahsilkan produk dimana semua
posisi orto dan para tersubtitusi yaitu 2,4,6-tribomoanilina. Efek induksi
gugus amino (-NH2) menyebabkan adanya sedikit penarikan elktron.
Seperti kita ketahui bahwa atom nitrogen lebih elktronegatif daripada karbon,
tetapi perbedaan keelektronegatifan tersebut tidak besar karana atom karbon
pada benzena berhibridisasi sp2 yang lebih elektronegatif daripada
sp3.
Dengan adanya efek resonansi ini gugus amino bersifat
sebagai pendorong elektron. Efek ini dapat kita pahami dengan menuliskan
struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk oleh serangan elektrofil
pada posisi orto, meta dan para dari anilina.
Serangan orto:
Serangan meta:
Serangan Para:
Terdapat empat struktur resonansi pada ion benzenonium hasil
serangan orto dan para, sedangkan dari serangan meta hanya tiga struktur
resonansi. Hal ini menunjukkan bahwa ion benzenonium hasil serangan orto dan
para lebih stabil. Tetapi hal yang lebih penting adalah kestabilan
struktur-struktur penyumbang hibrida ion benzenonium hasil serangan orto dan
para.
Pengarah
Meta
Semua gugus pengarah meta mempunyai muatan positif atau
parsial positif pada atom yang terikat langsung dengan inti benzena. Contohnaya
adalah –CF3, dimana atom C pada guigus tersebut bermuatan parsial
positif karena mengikat tiga atom F yang sangat elektronegatif.
Gugus –CF3 merupakan gugus pendeaktif kuat dan
pengarah meta dalam reaksi subtitusi elektrofilik senyawa aromatik. gugus ini
mempengaruhi kerektifan inti aromatik dengan mengakibatkan keadaan transisi
yang mengarahkan pada pembentuka ion arenium yang sanagat tidak stabil. Gugus
ini menarik elktron dari karbokation yang terbentuk sehingga menambah muatan
posistif pada inti benzena.
Kita dapat memhami bagaimana gugus –CF3
mempengaruhi orientasi subtitusi elektrofilik jika kita mempelajari
struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk oleh serangan elektrofil
pada posisi orto, meta dan para dari trifluorometilbenzena.
sangat tidak stabil
Serangan meta:
Serangan para:
sangat tidak
stabil
Pada struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk
oleh serangan orto dan para terlihat bahwa salah satu struktur penyumbangnya
sangat tiadak stabil, karena muatan positif berada pada atom karbon inti yang
mengikat gugus penarik elektron. Hal serupa tidak dijumpai pada serangan meta.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahawa ion arenium yang dibentuk oleh
serangan meta paling stabil yang berarti bahwa serangan meta melalui keadaan
transisi yang lebih stabil pula. Hasil eksperimen menunjukkan bahawa gugus –CF3
adalah pengarah meta yang kuat.
Permasalahan
1.
Apa
pengaruh efek resonansi pada pengarah orto ?
2.
Bagaimana
kestabilan senyawa pengarah orto-para dan meta ?
3.
Bagaimana
pengaruh gugus CF ? Jelaskan !
4.
Simpulkan
hubungan persamaan hammet dengan reaksi substitusi !
reference :
M, Dony. 2017. Modul Reaksi Substitusi Senyawa Aromatik
Sitorus, M. 2013. Kimia Organik Fisik. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar