Sabtu, 04 November 2017

Reaksi Substitusi Senyawa Aromatik

Baik regioselektivitas dan kecepatan dari suatu substitusi elektrofilik aromatik dipengaruhi oleh substituen yang telah menempel pada cincin benzena. Dalam hal regioselektivitas, beberapa gugus mengarahkan substitusi pada posisi orto atau para, sementara gugus lainnya meningkatkan substitusi pada posisi meta. Gugus-gugus tersebut dikenal sebagai pengarah orto–para atau pengarah meta. Sebagai tambahan, beberapa gugus akan meningkatkan laju reaksi (pengaktivasi) sementara yang lain akan menurunkan laju tersebut (pendeaktivasi). Sementara pola regioselecktivitas dapat dijelaskan dengan struktur resonansi, pengaruh pada kinetika dapat dijelaskan baik menggunakan struktur resonansi serta efek induktif.
Substituen secara umum dapat dibagi menjadi dua kelas bergantung pada substitusi elektrofilik: mengaktivasi dan mendeaktivasi ke arah cincin aromatik. Substituen pengaktivasi atau gugus pengaktivasi menstabilkan zat antara kationik yang terbentuk saat substitusi dengan menyumbangkan elektron ke dalam sistem cincin, baik oleh efek induktif atau efek resonansi. Contoh cincin aromatik teraktivasi adalah toluena, anilina dan fenol.
Kerapatan elektron tambahan yang diberikan ke dalam cincin oleh substituen tersebut tidak didistribusikan secara merata di seluruh cincin tapi terkonsentrasi pada atom 2, 4 dan 6 (posisi orto dan para). Posisi ini karena itu paling reaktif terhadap elektrofil miskin-elektron. Kerapatan elektron tertinggi terletak baik pada posisi orto dan para, meskipun peningkatan pada reaktivitas ini mungkin diimbangi dengan halangan sterik antara substituen dan elektrofil. Hasil akhir dari substitusi aromatik elektrofilik karenanya mungkin akan sulit untuk diprediksi, dan biasanya hanya ditetapkan dengan melakukan reaksi dan menentukan perbandingan substitusi orto terhadap para.
Di samping itu, substituen pendeaktivasi mendestabilisasi kation zat antara dan dengan demikian menurunkan laju reaksi. Mereka melakukannya dengan menarik kerapatan elektron dari cincin aromatik, meskipun posisi yang paling terpengaruh adalah kembali pada orto dan para. Hal ini berarti bahwa posisi yang paling reaktif (atau, kurang tidak reaktif) adalah posisi meta (atom 3 dan 5). Contoh cincin aromatik terdeaktivasi adalah nitrobenzena dan benzaldehida.
 
Deaktivasi sistem aromatik ini juga berarti bahwa kondisi umum yang lebih keras dibutuhkan untuk menggerakkan reaksi hingga selesai. Contoh dari ini adalah nitrasi dari toluena selama memproduksi trinitrotoluena (TNT). Pada nitrasi pertama, dalam cincin toluena teraktivasi, dapat dilakukan pada suhu kamar dan dengan asam encer, yang kedua, pada cincin nitrotoluena terdeaktivasi, sudah membutuhkan pemanasan berkepanjangan dan asam lebih pekat, dan yang ketiga, pada dinitrotoluena yang sangat terdeaktivasi, harus dilakukan dalam asam sulfat pekat mendidih.

Reaktivitas terhadap polisubstitusi

Gugus yang terdapat dalam senyawa awal tersubstitusi secara kuat mempengaruhi reaktivitasnya. Gugus ini diklasifikasikan ke dalam dua kategori: gugus pengaktivasi dan gugus pendeaktivasi. Senyawa aromatik tersubstitusi dengan gugus pengaktivasi karenanya "lebih reaktif" dari senyawa aromatik tak tersubstitusi. Sebaliknya, senyawa aromatik tersubstitusi oleh suatu gugus pendeaktivasi sangat "kurang reaktif". Aturan-aturan ini dinyatakan oleh kimiawan Holleman pada tahun 1910, dan aturan ini dikenal sebagai Aturan Holleman.
           Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa reaksi substitusi senyawa aromatik dipengaruhi oleh gugus substituen yang telah menempel pada cincin benzena. Dalam hal regioselektivitas, beberapa gugus mengarahkan substitusi pada posisi orto atau para, sementara gugus lainnya meningkatkan substitusi pada posisi meta. Kesimpulannya, bahwa gugus pendonor (pendorong) elektron adalah gugus pengaktivasi (reaktivitas lebih penting) dan pengarah orto-para, serta gugus penarik elektron mendeaktivasi serta pengarah-meta. Secara umum, efek yang mengaktivasi atau mendeaktivasi seluruhnya penting ketika gugus substituen lebih bersifat mendorong atau menarik elektron. Hal ini berkaitan dengan persamaan hammet dimana persamaan ini biasanya memang berlaku untuk sistem aromatik hanya untuk reaksi-reaksi dimana substituen dan pusat reaksi terisolasi, persamaan hammet ini akan menjelaskan hubungan kuantitaif untuk menghitung pengaruh gugus substituen terhadap reaktivitas molekul. Sehingga persamaan yang digunakan untuk menyatakan  nilai efek elektronik ini dirumuskan sebagai berikut :
pK0 – pK = ρσ
pK dan pK0 adalah negatif logaritma dari K dan K0 (persamaan 1 ). Pada persamaan di atas, jika nilai sigma positif maka menunjukkan substituen atau gugus tersebut merupakan gugus penarik elektron yang lebih kuat daripada hidrogen (elektron akseptor), sebaliknya jika nilai sigma negatif menunjukkan substituen atau gugus tersebut merupakan pendorong elektron yang lebih kuat daripada hidrogen (elektron donor ). Dimana, hidrogen memiliki nilai sigma yaitu 0,00.

Pembuktian Untuk Pengarah Orto, Para dan Meta
Pengarah Orto
Tanpa adanya asam Lewis dalam campuran reaksinya, bezena tidak dapat bereaksi dengan brom atau klor. Akibatnya benzena tidak dapat menghilangkan warna larutan brom dalam karbon tetraklorida. Bila ada asam Lewis maka benzena dengan cepat bereaksi dengan brom atau klor, dan menghasilkan bromobenzena atau klorobenzena.
Asam Lewis yang paling umum digunakan pada reaksi klorinasi dan brominasi adalah: FeCl3, FeBr 3, dan AlCl3. Mekanisme brominasi benzena dapat dituliskan sebagai berikut
Tahap 1          
           
                                                                                            ion bromonium
Tahap 2
Tahap 3
           
            Asam Lewis berfungsi dalam pembentukan kompleks dengan Br2 yang selanjutnya terurai membentuk ion bromonium dan FeBr4-.  Pada tahap 2 ion Br+ menyerang inti benzena membentuk ion benzonium. Pada tahap 3 ion benzenonium memberikan proton kepada FeBr-4 dan hasil akhir yang diperoleh adalah bromobenzena dan hidrogen bromida. Pada akhir reaksi katalis FeBr3 terbentuk kembali.
Selain substituen alkil atau fenil, semua gugus pengarah orto-para mempunyai sekurang-kurangnya satu pasangan elktron bebas (non bonding) pada atom yang terikat langsung dengan inti benzena.
Efek resonansi dapat menyebabkan efek pengarahan gugus-gugus pengarah orto-para. Efek resonansi terutama berpengaruh terhadap ion arenium yang berarti juga berpengaruh terhadap keadaan transisi yang membentuknya. Selain halogen, efek gugus-gugus pengarah orto-para terhadap kereaktifan juga disebabkan oleh efek resonansi. Seperti halnya pada efek pengarahan, efek ini juga berpengaruh terhadap keadaan transisi yang membentuk ion arenium.
Contoh efek resonansi adalah efek gugus amino (-NH2) dalam reaksi substitusi elektrofilik senyawa aromatik. Gugus amino tidak hanya merupakan gugus pengaktif kuat, tetapi juga gugus pengarah orto-para yang kuat. Efek tersebut dapat ditunjukkan pada reaksi antara anilina dengan larutan brom pada temperatur kamar dan tanpa katalis, yang mengahsilkan produk dimana semua posisi orto dan para tersubtitusi yaitu 2,4,6-tribomoanilina. Efek induksi gugus amino (-NH2) menyebabkan adanya sedikit penarikan elktron. Seperti kita ketahui bahwa atom nitrogen lebih elktronegatif daripada karbon, tetapi perbedaan keelektronegatifan tersebut tidak besar karana atom karbon pada benzena berhibridisasi sp2 yang lebih elektronegatif daripada sp3.
Dengan adanya efek resonansi ini gugus amino bersifat sebagai pendorong elektron. Efek ini dapat kita pahami dengan menuliskan struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk oleh serangan elektrofil pada posisi orto, meta dan para dari anilina.
Serangan orto:
Serangan meta:
Serangan Para:
Terdapat empat struktur resonansi pada ion benzenonium hasil serangan orto dan para, sedangkan dari serangan meta hanya tiga struktur resonansi. Hal ini menunjukkan bahwa ion benzenonium hasil serangan orto dan para lebih stabil. Tetapi hal yang lebih penting adalah kestabilan struktur-struktur penyumbang hibrida ion benzenonium hasil serangan orto dan para.
Pengarah Meta
Semua gugus pengarah meta mempunyai muatan positif atau parsial positif pada atom yang terikat langsung dengan inti benzena. Contohnaya adalah –CF3, dimana atom C pada guigus tersebut bermuatan parsial positif karena mengikat tiga atom F yang sangat elektronegatif.
Gugus –CF3 merupakan gugus pendeaktif kuat dan pengarah meta dalam reaksi subtitusi elektrofilik senyawa aromatik. gugus ini mempengaruhi kerektifan inti aromatik dengan mengakibatkan keadaan transisi yang mengarahkan pada pembentuka ion arenium yang sanagat tidak stabil. Gugus ini menarik elktron dari karbokation yang terbentuk sehingga menambah muatan posistif pada inti benzena.
Kita dapat memhami bagaimana gugus –CF3 mempengaruhi orientasi subtitusi elektrofilik jika kita mempelajari struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk oleh serangan elektrofil pada posisi orto, meta dan para dari trifluorometilbenzena.
                                                                                           sangat tidak  stabil

Serangan meta:
Serangan para:
                                                                   sangat tidak
                                                                     stabil

Pada struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk oleh serangan orto dan para terlihat bahwa salah satu struktur penyumbangnya sangat tiadak stabil, karena muatan positif berada pada atom karbon inti yang mengikat gugus penarik elektron. Hal serupa tidak dijumpai pada serangan meta. Dengan demikian dapat disimpulkan bahawa ion arenium yang dibentuk oleh serangan meta paling stabil yang berarti bahwa serangan meta melalui keadaan transisi yang lebih stabil pula. Hasil eksperimen menunjukkan bahawa gugus –CF3 adalah pengarah meta yang kuat.
Permasalahan
      1.      Apa pengaruh efek resonansi pada pengarah orto ?
      2.      Bagaimana kestabilan senyawa pengarah orto-para dan meta ?
      3.      Bagaimana pengaruh gugus CF ? Jelaskan !
      4.      Simpulkan hubungan persamaan hammet dengan reaksi substitusi !

     reference :
     M, Dony. 2017. Modul Reaksi Substitusi Senyawa Aromatik
     Sitorus, M. 2013. Kimia Organik Fisik. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar