Suatu reaksi polar terjadi karena interaksi antara sebuah
nukleofil dengan sebuah elektrofil. Kekuatan interaksi dan affinitas reaksi
tersebut umumnya dikuasai oleh kekuatan nukleofil dan elektrofil pereaksi.
Gugus substituen yang tidak mengalami reaksi namum berlokasi di dekat pusat
reaksi mengganggu kekuatan tersebut melalui penarikan elektron atau
penyumbangan elektron. Substituen pemberi elektron meningkatkan kekuatan
nukleofil (kebasaan) dan menurunkan kekuatan elektrofil (keasaman); hal yang
sebaliknya terjadi pada substituen penarik elektron yang akan meningkatkan
kekuatan elektrofil dan menurunkan kekuatan nukleofil pereaksi.
Pada tahun 1937 Hammett mengusulkan suatu hubungan
kuantitatif untuk menghitung pengaruh substituen terhadap reaktivitas molekul,
hubungan ini disebut persamaan Hammett.
dengan k =
tetapan hidrolisis ester tersubstitusi meta atau para,
ko=
tetapan hidrolisis yang bekaitan dengan senyawa tak tersubstitusi,
σ = tetapan substituen,
ρ= tetapan reaksi.
Persamaan ini
menggambarkan pengaruh substituen polar posisi meta atau para terhadap sisi reaksi
turunan benzena. Persamaan Hammet tidak berlaku untuk substituen pada posisi orto
karena adanya efek sterik, dan juga terhadap turunan alifatik karena pelintiran
rantai karbon dapat menimbulkan aksi sterik. Suatu alur log k/ko lawan σ adalah linier, dan kemiringannya
adalah ρ. Tetapan substituen σ ditetapkan dengan persamaan 3.2.
dengan Ko menyatakan
tetapan ionisasi asam benzoat, dan K adalah tetapan ionisasi turunan
asam benzoat.
Persamaan 3.2 mengukur efek polar substituen relatif terhadap
hidrogen, efek ini tidak tergantung pada sifat reaksi. Efek induksi dan efek
mesomeri keduanya terkandung dalam Persamaan 3.2. Tetapan reaksi ρ mengukur kerentanan reaksi terhadap efek polar, tetapan
ini tergantung pada reaksi. Di pihak lain bagi reaksi yang melibatkan penurunan
muatan positif atau meningkatan muatan negatif akan dipermudah oleh substituen
penarik elektron dan nilai ρ akan
positif. Besarnya nilai ρ menunjukkan
kepekaan pusat reaksi terhadap efek polar dari substituen dan juga memberikan
informasi tentang sifat keadaan transisi yang terlibat dalam reaksi. Kecepatan
sejumlah reaksi telah dihubungkan dengan persamaan Hammet, dan beberapa yang
lain dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan Hammet. Sangat sulit
memperkirakan ρ dari
kondisi percobaan karena ρ tergantung
pada banyak faktor seperti pelarut, sifat gugus pergi, dan sebagainya.
Penempatan gugus metilen di antara pusat reaksi dengan cincin aromatik akan
menurunkan nilai ρ karena
efek polar diteruskan melalui ikatan yang telah bertambah.
Persamaan Hammet yang telah mengalami perluasan tertentu
telah diusulkan Jaffe menyelidiki sifat penambahan lebih daripada satu gugus
kepada cincin aromatik. Jaffe menemukan bahwa nilai σ untuk berbagai gugus dapat dijumlahkan dan hubungan berikut
memberikan hasil yang baik.
dengan Σσ berarti
jumlah nilai-nilai σ dari
semua gugus.
Bagi senyawa yang mengandung lebih dari satu cincin
benzena, Persamaan 3.4 berikut ini dapat digunakan untuk menghubungkan
hasil-hasil tersebut.
Di dalam sistem alifatik kaku seperti asam 4-substituen
bisiklo[2,2,2]oktan-1- karboksilat (22), substituen-substituen juga
mengikuti persamanaan Hammett meskipun dengan kumpulan nilai σ yang berbeda, digambarkan dengan σ1.
Nilai σ1 menyatakan efek elektrik substituen yang terikat pada atom
karbon hibrida sp3 karena efek ini diteruskan elektron σ.
Persamaan Hammett terbukti paling sukses digunakan untuk
hubungan kuantitatif antara struktur-struktur senyawa dengan kesetimbangan atau
kecepatan reaksi. Akan tetapi teramati pula adanya penyimpangan dari persaman
tersebut. Telah ditemukan adanya grafik antara logaritme tetapan kecepatan
reaksi lawan σ yang
non-linear, diperoleh dari reaksi klorinasi dengan nitrasi benzena
tersubstitusi, dan reaksi benzilhalida dengan amina. Tetapan kecepatan reaksi
solvolisis meta-substitusi fenildimetilkarbinil klorida memberikan grafik
linier terhadap tetapan σ, tetapi parasubstituen menyimpang dari linearitas. Alasan yang paling
penting untuk deviasi ini adalah interaksi resonansi antara substituen dengan
pusat reaksi.
Nilai σ yang
berbeda diperlukan untuk menghubungkan reaktivitas substituen dalam reaksi.
Brown dkk. mengusulkan tetapan substituen baru (disimbol σ+)
yang bedasarkan pada solvolisis fenilmetilkarbinil klorida sebagai reaksi
pembanding. Persamaan Hammet termodifikasi tersebut dinyatatakan sebagai
berikut:
Nilai σ⁺ bagi beberapa substituen didaftar dalam Tabel 3.1. Pada
tabel tersebut tampak jelas bahwa σp+ berbeda
dari σp untuk substituen yang bersifat sangat
pemberi elektron. Hal ini menggambarkan derajat resonansi yang lebih tinggi
antara substituen dengan pusat reaksi bermuatan positif. Hubungan data
kecepatan reaksi dengan nilai σ⁺ juga telah diperoleh dalam sejumlah hal. Hal yang dapat dicatat bahwa
reaksi ion karbonium biasanya menghasilkan nilai negatif ρ yang besar dan dipermudah oleh pengusiran elektron.
Permasalahan yang dihadapi adalah :
1. apakah persamaan hammet hanya dapat digunakan pada
larutan asam kuat yang pekat saja ? jelaskan pendapat anda !
2. apakah ada cara lain untuk menentukan suatu hubungan
kuantitatif untuk menghitung pengaruh substituen terhadap reaktivitas molekul ?
kenapa persamaan hammet menjelaskan hal tersebut ?
3. apa kelebihan persamaan hammet ini ?
referensi :
M.S, Firdaus. 2009. Modul
Pembelajaran Kimia Organik Fisik. Makassar: UNHAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar