Dalam suatu ikatan kovalen tunggal dari atom yang tak
sejenis, pasangan electron yang membentuk ikatan sigma, tidak pernah terbagi
secara merata di antara kedua atom. Electron memiliki kecenderungan untuk
tertarik sedikit ataupun banyak kea rah atom yang lebih elektronegatif dari
keduanya. Misalnya dalam suatu alkil klorida, kerapatan electron cenderung
lebih besar pada daerah didekat atom Cl daripada atom C.
Akibat dari pengaruh
atom klorin, electron pada ikatan karbon klorin didermakan sebagian ke klorin,
sehingga menyebabkan C1 sedikit kekurangan electron. Keadaan C1 ini menyebabkan
C2 mesti mendermakan juga sebagian elektronnya pada ikatan C2 dengan C1 agar
menutupi kekurangan electron di C1. Begitu seterusnya. Namun, efek ini dapat
hilang pada suatu ikatan jenuh (ikatan rangkap), efek induktif ini juga semakin
mengecil jika melewati C2. Pengaruh distribusi electron pada ikatan sigma ini
dikenal sebagai efek induksi.
Contoh
lainnya :
Ikatan C-C dalam etana adalah nonpolar
sempurna karena ikatan tersebut menghubungkan dua atom yang ekuivalen. Akan
tetapi ikatan C-C dalam kloroetana terpolarisasi oleh adanya atom klor
elektronegatif. Polarisasi ini sebenarnya adalah jumlah dari dua efek. Pertama,
atom C-1 telah kekurangan sejumlah kerapatan elektronnya oleh
elektronegativitas Cl yang lebih besar, diganti secara parsial oleh ikatan C-C
yang ada didekatnya mengakibatkan polarisasi ikatan ini dan suatu muatan positif
kecil pada atom C-2. Polarisasi satu ikatan yang disebabkan oleh polarisasi ikatan
tetangga disebut efek induksi. Efek ini tidak hanya dirasakan oleh ikatan tetangga,
namun dapat pula berpengaruh sampai ikatan yang lebih jauh. Efek ini berkurang
dengan bertambahnya jarak. Polarisasi ikatan C-C menyebabkan pula sedikit polarisasi
tiga ikatan C-H metil.
Resonasi dan
induksi tidak perlu bekerjanya dalam arah yang sama. Di dalam keadaan dasar
(ground state) efek-efek ini bekerja secara permanen dan dapat nyata dalam
sejumlah sifat-sifat molekul. Salah hal yang paling ideal yang berhubungan dengan
efek induksi adalah kecepatan solvolisis 4-(4-alkilbisiklo[2.2.2]oktan-1-ilbrosilat
dalam asam asetat pada 75oC. Kecepatan relatif diberikan sebagai berikut:
Efek lain yang
bekerja adalah efek medan. Efek ini bekerja tidak melalui ikatan tapi langsung
melalui ruang atau molekul pelarut. Biasanya sulit untuk memisalkan efek induksi
dengan efek ruang, tapi ada fakta yang menunjukkan bahwa efek medan tergantung
pada geometri molekul sedangkan efek induksi hanya tergantung pada sifat ikatan.
Sebagai contoh di dalam isomer 13 dan 14, efek induksi atom klor
terhadap posisi elektron-elektron di dalam gugus COOH (dan oleh karenanya juga
terhadap keasamannya) seharusnya sama karena keterlibatan ikatannya juga sama;
tapi efek medan akan berbeda karena posisi klor dalam 13 lebih dekat ke
COOH dibanding dengan di dalam 14. Jadi pembandingan keasaman 13 dan
14 seharusnya mengungkap apakah suatu efek medan benar-benar bekerja.
Fakta yang diperoleh dari eksperimen seperti itu memperlihatkan bahwa efek
medan lebih penting daripada efek induksi. Dalam kebanyakan kasus, kedua jenis
efek tersebut dipertimbangkan secara bersama-sama.
Gugus fungsi dapat
dikelompokkan sebagai gugus penarik elektron (-I) dan gugus pendorong
elektron (+I) relatif terhadap atom hidrogen. Sebagai contoh gugus nitro
adalah suatu gugus –I, gugus ini lebih kuat menarik elektron ke dirinya
daripada atom hidrogen.
Jadi di dalam α-nitrotoluena, elektron di dalam ikatan C-N lebih jauh
dari atom karbon daripada elektron di dalam ikatan H-C toluena. Hal yang
serupa, elektron ikatan C-Ph lebih jauh dari cincin daripada di dalam toluena.
Dengan digunakan atom hidrogen sebagai pembanding, gugus NO2 adalah gugus
penarik elektron (-I) dan gugus O- adalah gugus pendorong elektron (+I).
Meskipun demikian, tidak ada pemberian atau penarikan yang benar-benar terjadi,
hanya karena ini istilah ini nyaman digunakan; disini hanya terjadi perbedaan
posisi elektron yang disebabkan oleh perbedaan elektronegativitas antara H
dengan NO2 atau antara H dengan O-.
Tabel 1.4 memuat
sejumlah gugus –I dan +I yang paling umum, dan terlihat bahwa
dibandingkan dengan hidrogen, kebanyakan gugus adalah penarik elektron. Gugus
yang bersifat pendorong elektron hanya gugus dengan muatan formal negatif (tidak
semuanya demikian), atom-atom berlektronegatif rendah seperti Si, Mg, dan sebagainya,
dan kemungkinan juga gugus alkil. Gugus alkil biasanya dipandang sebagai gugus
pendorong elektron, tapi akhir-akhir ini sejumlah contoh yang ditemukan mengarah
pada kesimpulan bahwa gugus bersifat penarik elektron dibanding dengan hidrogen.
Hal tersebut
berdasarkan pada nilai 2,472 untuk elektronegativitas CH3 (Tabel 1.5) dibanding
dengan 2,176 untuk H. Jika gugus alkil terikat pada gugus tak jenuh atau karbon
trivalensi (atau atom lain), gugus ini berkelakuan sebagai gugus +I;
tetapi jika gugus ini terikat pada atom jenuh, hasilnya menjadi tidak jelas
karena dalam beberapa hal gugus ini sebagai +I dan dalam hal lain gugus
ini sebagai –I.
Hal yang serupa,
adalah sudah jelas bahwa urutan efek medan gugus alkil jika terikat pada sistem
tak jenuh adalah tersier > sekunder > primer > CH3, tetapi urutan ini
tidak selalu bertahan jika gugus-gugus tersebut terikat pada sistem jenuh.
Deuteriumadalah gugus pendorong elektron bila dibandingkan dengan hidrogen. Hal
lain yang sama, atom ikatan sp umumnya mempunyai kekuatan penarikan
elektron lebih besar daripada atom ikatan sp2 yang mempunyai kekuatan
penarikan elektron lebih besar daripada atom ikatan sp3. Catatan ini
untuk fakta bahwa gugus aril, vinil, dan etunil adalah –I.
Sumber :
Firdaus, 2009. Hibah
Pembelajaran Penulisan Modul Pembelajaran Matakuliah Kimia Organik Fisis I. Makassar
: Universitas Hasanuddin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar